Tara, ya mereka memanggilnya Tara. Tapi aku? Ku sebut dia Pangeran.. “Pangeran Tara”.“SUBHANALLAH” gumamku dalam hati, ketika aku melihat mata nya adalah mata ku, senyum nya adalah senyum ku, dan duka nya adalah duka ku. Entah bagaimana semua ini dapat...
Aku masih terpaku memandangi lampu kota terbangun dari tidurnya, ketika beberapa sinar mengintip dari jelega gulita.“Hari ini indah” katanyakemudian dia tertawa ketika melihat rintik hujan terus bergelayutan manja dalam dekapan angin yang jelas-jelas...
Seperti Mentari tenggelam termakan gulita malam, begitulah akhir cinta yang dulu sempat ku genggam... yang ku kira sekuat air mata seorang ibu untuk anaknya.. setulus kayu yang rela terbakar untuk kehidupan sang api, dan sesetia merpati menunggu kekasihnya...
Langganan:
Postingan (Atom)