Tara, ya mereka memanggilnya Tara. Tapi aku? Ku sebut dia Pangeran.. “Pangeran Tara”.
“SUBHANALLAH” gumamku dalam hati, ketika aku melihat mata nya adalah mata ku, senyum nya adalah senyum ku, dan duka nya adalah duka ku. Entah bagaimana semua ini dapat terjadi.. yang pasti aku seperti melihat diriku sendiri saat aku melihat dia.
Aku bukanlah seorang puteri, aku hanyalah sebatang pohon yang selalu ingin menjadi tempat nya berteduh.
Saat mentari mulai tak bersahabat, aku ingin berlari menghampiri nya. Menghalau teriknya mentari agar peluh tak menetes membasahi senyumannya. Tapi, aku hanyalah sebatang pohon tanpa kaki.
Saat hujan turun deras membasahi raga nya, aku ingin melindungi nya. Menangkal tetesan air yang jatuh agar dia tak beku. Tapi, aku hanyalah sebatang pohon tanpa tangan.
Tapi itu tidak lah menjadi sebuah masalah untuk Pangeranku.. karena dia telah memiliki segalanya. Yang bisa aku lakukan sekarang hanya melihatnya dari jauh untuk sekedar memastikan bibirnya masih melengkungkan sebuah senyuman.. senyum terindah yang dia punya..
……………………………………………………………………………………….
“Na..” teriak seseorang memanggilku
“iya..” jawabku sambil menoleh ke sumber suara
“pangeran!” gumamku dalam hati
Ya.. seseorang itu adalah pangeran, pangeranku… Pangeran yang tak bisa ku miliki.
Dia berlari sambil menenteng tasnya, rambutnya bergerak seirama dengan langkah kakinya. Dia semakin dekat..dan.. “dug..dug..dug” jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku gelagapan, ku rasakan keringat dingin mengucur di dahiku.
Langkahnya semakin dekat dan kini lututku mulai lemas, hampir saja aku jatuh terduduk dibuatnya. Dia tersenyum tapi aku malah tercengang. Senyumnya sangatlah manis, dan saat ini ku rasakan tubuhku telah membeku.
Aku ingin cepat bangun dari keadaan ini. Tiba-tiba saja kakiku memilih melangkah menjauhinya.
“lho, na! tunggu..” pintanya sambil memegang tangan kiriku, agar aku menghentikan langkah.
“hua…” teriakku kegirangan dalam hati
“eh, kamu udah bikin naskah drama buat kelompok kita kan?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahinya.
Dan.. lagi-lagi aku membeku.
“E..e..e.. be..u..dah..” jawabku gelagapan
“yaudah.. ntar aku liat ya! Sekarang aku lagi buru-buru. Duluan ya Na!” katanya sambil beranjak pergi meninggalkan aku bersama senyumannya yang kini mulai menari-nari di pikiranku.
Aku sering mendengar orang-orang berkata bahwa melihat bunga sakura bermekaran di musim semi adalah hal terindah yang pernah mereka lihat. Tapi untukku, melihat senyuman pangeran adalah hal terindah. meskipun aku sendiri belum pernah melihat bunga sakura. Menurutku, hal seindah apapun tidak akan pernah bisa menjadi indah jika sesuatu yang indah tersebut tidak dapat dirasakan oleh orang-orang yang kita sayangi.
Dan aku.. hanya mematung. Beberapa detik memandang tangan kiriku dan beberapa detik kemudian melihat punggung pangeran yang terlihat semakin jauh.
……………………………………………………………………………………....
“Na.. tangan kiri kamu kenapa? kok kamu perban gitu?” tanya Ratih keheranan
“nggak apa-apa kok. Kemarin kena pecahan kaca.” Jawabku sekenanya
“ah.. andai saja kamu tahu, pangeran baru saja memegang tanganku ini. Dan aku tidak ingin semuanya hilang begitu saja.” Lanjutku dalam hati. Aku mulai terkekeh..
Sepanjang menit ku pandangi tanganku. Ku ucap syukur berkali-kali.
“Na.. aku liat naskah dramanya dong!” kata Rio
“Iya.. ambil aja di meja.” Jawabku
Dan aku kembali memandangi tanganku..
5 menit kemudian….
“Ha? Pangeran Tara? Jadi, selama ini Nana…” teriak Rio dari dalam kelas
Aku kaget.. pikiranku langsung tertuju pada diary milikku.
“tolol!” aku menghujat diriku sendiri. Aku baru menyadari kalau tadi aku belum sempat memasukkannya ke dalam tas. Dan sekarang.. semua orang tau.
Aku langsung berlari ke dalam kelas, meminta Rio mengembalikannya padaku. Tapi Rio tidak perduli, dia tetap membacanya keras-keras. Aku semakin panik… teman-temanku menertawakan aku. Tawa yang sangat-sangat mengejek. Ku lihat dibalik jendela pangeran menuju kelas. Aku terisak.. ini tidak boleh terjadi. pangeran tidak boleh tau. Aku memohon tapi, semuanya tak menghiraukan. Aku tertunduk pasrah ketika sedetik kemudian pangeran sudah berada di depanku.
“hahaha.. ini dia. Pangeran Tara!” teriak Rio
Dan lagi-lagi semuanya menertawakan aku. Menganggap semua ini adalah lelucon terhebat yang pernah mereka saksikan.
Pangeran yang baru saja masuk kelas tentu mulai keheranan. Rio melanjutkan tingkah usilnya, aku semakin malu dibuatnya.
Aku tidak berani menatap pangeran. Aku malu, takut.. pasti dia akan membenci dan marah padaku.
“apa-apaan sih! Itu khan Cuma naskah drama, kalian semua jangan gitu dong.. kasian Nana.” Katanya
“naskah? Masak si?” tanya Rio tak percaya
“iya.. kan aku sama Nana satu kelompok. Ya kan Na?” kata pangeran memastikan
“iya..” jawabku berbohong
“o.. gitu. Maaf ya na!” kata Rio
“iya.. nggak apa-apa.” Jawabku
“kalian ini ada-ada aja. Mana mungkin Nana suka sama aku. Kita kan teman..” kata pangeran
“dug..”
Seperti ada ribuan anak panah menusuk hatiku. Sakiit sekali ketika pangeran menegaskan perasaannya. “kita kan teman..” ya.. 1 kalimat kejujuran yang sebenarnya aku sudah tau tapi belum bisa aku terima sepenuhnya.
“terima kasih ya na..” kata Pangeran.
“apa?” tanyaku
“karena aku seorang pangeran. Tapi, maaf.. kita teman.” Lanjutnya
Tiba-tiba air mataku menetes deras tak bisa ku hentikan. Ya.. aku tahu. Aku hanya lah akan menjadi sebatang pohon untukknya. Tapi, aku menikmatinya.. aku akan tetap berdiri di sini menjadi sebatang pohon meski pohon itu akan lapuk tergerus oleh waktu. Aku akan bertahan.. semampu ku….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar